UAV Korsar.
Vitaly V. KuzminPada Pawai Kemenangan di Moskow bulan Mei lalu, tentara Rusia memamerkan UAV tempur pertamanya. Dulu, militer hanya menggunakan drone untuk misi pengintaian.
Pembunuh baru itu disebut Korsar (Pembajak) dan diproduksi dalam dua varian: sebagai pesawat glider klasik dan UAV dengan baling-baling seperti helikopter. Bedanya, UAV dengan baling-baling dapat mendarat hampir di mana saja, sedangkan model glider membutuhkan landasan.
Setiap drone berbobot sekitar 200 kg. Berkat material komposit berkualitas tinggi, peswat ini dapat memetakan medan dan menjatuhkan amunisi ringan yang berpandu atau tidak terarah terhadap musuh dari atas.
Masing-masing UAV juga dirancang untuk menghancurkan target-target kendaraan lapis baja ringan (kendaraan tempur infanteri, pengangkut personel lapis baja/APC, dan benteng-benteng pertahanan kecil), serta mampu mengirimkan bom hingga jarak 200 km dari titik keberangkatannya.
Drone kelas berat “Altius”.
Kementerian Pertahanan RusiaPada 2010, Kementerian Pertahanan Rusia mengalokasikan sekitar 50 juta dolar AS untuk pengembangan UAV tempur Altius yang beratnya mencapai lima ton. UAV itu dirancang untuk membawa senjata yang sama sekali berbeda dari Korsar, yaitu senjata “udara-ke-permukaan” berpandu yang mahal, yang perlu dilindungi dari sistem pertahanan antirudal modern berteknologi siluman milik musuh.
Pengerjaan pesawat tanpa awak tersebut kini masih dirahasiakan. Meski begitu, produk ini harus dipamerkan kepada negara dan dunia dalam beberapa tahun mendatang.
Namun, dalam hal kemampuan tempur serta kemampuan taktis dan teknisnya, UAV itu dipastikan sebanding dengan MQ-9 Reaper Amerika yang dikembangkan General Atomics Aeronautical Systems dan telah beroperasi sejak 2007, termasuk dalam misi tempur di Afganistan.
Karena tidak ada informasi yang diungkapkan secara rinci mengenai karakteristik Altius selain dari bobotnya, inilah spesifikasi dan karakteristik teknis pesaing utamanya, Reaper.
Karakteristik Kemampuan MQ-9 Reaper
UAV Okhotnik.
Karpenko/bastion-karpenko.ENRusia juga tengah mengembangkan jet tempur Okhotnik (Pemburu) seberat 20 ton yang, jika berhasil, akan memberi negara itu keunggulan dalam persaingan teknologi penerbangan tanpa awak.
Laporan teknis Okhotnik telah disetujui oleh Kementerian Pertahanan Rusia pada 2012. Namun, rinciannya belum diungkap ke publik dan masih dirahasiakan, seperti Altius.
“Yang kita ketahui adalah bahwa drone yang baru akan menjadi sejenis UAV dan juga jet tempur generasi keenam. Pesawat-pesawat tempur paling canggih di dunia saat ini (F-22 Raptor dan F-35 Lightning II Amerika, Su- 57 Rusia, dan Chengdu J-20 Tiongkok) adalalah pesawat generasi kelima,” kata Dmitry Safonov, seorang mantan analis militer di surat kabar Izvestia, kepada Rusia Beyond. Sebetulnya, ukuran pesawat tanpa awak yang tengah dikembangkan ini akan sebesar jet tempur. Namun, pesawat itu akan dikendalikan oleh operator yang duduk di depan monitor komputer di pangkalan militer.
“Mengingat perkembangan teknologi modern dan penerapan algoritma kecerdasan buatan pertama untuk perangkat militer, dapat diasumsikan bahwa teknologi komputer yang digunakan pada perangkat itu akan memiliki fungsi pengambilan keputusan secara mandiri dalam menghancurkan target-target individu. Di masa depan, manusia akan terlibat dalam memastikan bahwa semuanya berjalan mulus dan memeriksa atau mereparasi perangkat keras,” tambah sang pakar.
Rusia memiliki beberapa pesawat pengintai tanpa awak kelas ringan yang canggih sebagai salah satu senjata andalan dalam peperangan. Inilah tiga drone paling populer milik Rusia.
Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda