Perang Kaukasus berlangsung selama hampir setengah abad.
Alexander KozlovPada awal abad ke-17, pasukan Polandia merebut Kremlin dan seorang raja Polandia bermimpi menduduki takhta Kekaisaran Rusia. Namun, situasi ini berubah drastis pada abad berikutnya. Persemakmuran Polandia-Lituania (sebuah monarki federal yang dibentuk Kerajaan Polandia dan Kadipaten Agung Lituania pada 1569 dan bertahan sampai 1795) melemah lantaran politik dalam negerinya tidak stabil sehingga mudah dimanipulasi oleh kekuatan asing, termasuk Rusia.
Secara umum, para tsar puas dengan status quo karena ada antek-antek pendukung Rusia yang kuat di dalam jajaran bangsawan Polandia. Namun, dua tetangga lain, Prusia dan Austria, mendorong pembagian Polandia. Ekaterina yang Agung mengikuti rencana ini pada 1772.
Namun, pembagian bukan solusi yang bertahan lama. Pembagian kedua justru membuat kondisi makin tidak stabil. Akhirnya, terjadi pergolakan besar-besaran di Polandia pada 1794. Tadeusz Kosciuszko, seorang jenderal terkenal yang berperang bersama George Washington dalam Perang Kemerdekaan Amerika, memimpin gerakan tersebut. Sejarawan Andrey Burovsky menyebutkan, Polandia, yang ditantang oleh tiga kekuatan utama Eropa, terlihat seperti seorang remaja yang dikeroyok pria-pria dewasa.
Pemberontakan Kosciuszko membuat Rusia marah karena garnisunnya dibantai habis-habisan di Warsawa, ibu kota Polandia. Pada hari Kamis sebelum Paskah, April 1794, pejuang-pejuang revolusi Polandia melepaskan kemarahan mereka pada pasukan Rusia.
Untuk menekan pemberontakan, Ekaterina yang Agung memanggil komandan militer terbaiknya, Aleksandr Suvorov.
Joseph Kreutzinger/Domain publik“Orang-orang Polandia memburu ke tempat-tempat yang mereka duga terdapat orang Rusia dan membunuhnya. Mereka tak hanya membunuh orang Rusia. Mereka bisa menunjuk seseorang di tengah kerumunan dan mengatakan bahwa dia antek Rusia, dan dia akan dibunuh,” tulis sejarawan abad ke-19, Nikolai Kostomarov.
Banyak orang tak bersenjata terbunuh di gereja. Secara keseluruhan, sekitar 2.200 tentara dan perwira dibantai. Pada hari Paskah, pembantaian serupa terjadi di Vilno (kini Vilnius, Lituania).
Untuk menekan pemberontakan, Ekaterina yang Agung memanggil komandan militer terbaiknya, Aleksandr Suvorov. Meskipun pasukannya kalah jumlah, para pemberontak berhasil dikalahkan. Suvorov tidak menyerbu seluruh Warsawa, tetapi hanya satu distrik. Meski demikian, serangan balasan atas apa yang terjadi pada April 1974 tersebut terbukti menelan banyak korban.
Pemberontakan berhasil diredam, Polandia terbagi lagi untuk ketiga dan terakhir kalinya. Akibatnya, kewarganegaraan Polandia hilang selama lebih dari seratus tahun. Pada abad berikutnya, sejumlah pemberontakan terjadi demi membangkitkan kembali Polandia. Peristiwa-peristiwa tersebut tak jarang membuat Kekaisaran Rusia khawatir.
Perang Kaukasus berlangsung selama hampir setengah abad, dari 1817 hingga 1864. Tiga kaisar Rusia berusaha meraih kemenangan dalam pertempuran tanpa akhir.
Rencana memasukkan wilayah Kaukasus muncul dalam agenda Kekaisaran Rusia pada awal abad ke-18 ketika pangeran-pangeran Georgia meminta perlindungan Sankt Peterburg (ibu kota Kekaisaran Rusia) atas Kesultanan Utsmaniyah dan Iran. Seiring waktu, Rusia mulai mengendalikan apa yang kini menjadi wilayah Azerbaijan. Untuk menyatukan wilayah orang Georgia dan Azeri, Rusia membutuhkan rute yang aman di sepanjang wilayah tempat tinggal suku-suku Pegunungan Kaukasus.
Pada saat yang sama, menurut sejarawan Abkhazon Georgy Anchabadze, “konteks geopolitik adalah satu-satunya faktor yang mendorong Rusia menguasai wilayah Kaukasus dan kemudian ke selatan ke laut yang hangat.” Sang sejarawan menyebutkan, Rusia, Iran, dan Utsmaniyah bersaing demi mengendalikan wilayah tersebut.
Untuk memenangkan peperangan, Rusia terus memberikan tekanan kepada penduduk setempat.
Franz Roubaud/Domain publikNamun, mengapa perang berlangsung begitu lama? Pertama, perang itu bukan sebuah pertempuran tunggal melawan suku-suku Pegunungan Kaukasus, melainkan serangkaian perang dengan berbagai subsuku bangsa. Kedua, budaya suku-suku pegunungan itu sendiri membuat Perang Kaukasus berlangsung lama. Sejarawan Yakov Gordin mengatakan “perang berkembang dari sistem penggerebekan” atau “penggerebekan ekonomi” yang cukup umum di wilayah tersebut pada masa itu.
Menggerebek pemukim dan pedagang Rusia menjadi semcam sumber pendapatan utama bagi suku-suku pribumi yang tinggal di daerah-daerah yang tak subur, sementara kebutuhan pokok langka. Sejarawan Andrey Burovsky menambahkan bahwa, seiring berjalannya waktu, penggerebekan menjadi bagian dari gaya hidup warga pribumi.
Imam Shamil adalah pemimpin suku-suku pegunungan Kaukasus yang paling terkenal. Di bawah kepemimpinannya, suku-suku Chechnya dan Dagestan melakukan perlawanan sengit terhadap pasukan Rusia dari pertengahan 1830-an hingga akhir 1850-an.
Untuk memenangkan peperangan, Rusia terus memberikan tekanan, baik secara militer maupun ekonomi, kepada penduduk setempat. Mereka didorong menjauh dari dataran ke lembah-lembah pegunungan. Menurut berbagai sumber, perang itu menelan korban ratusan ribu jiwa pada kedua belah pihak.
Invasi Napoleon ke Rusia merupakan kampanye militernya yang terbesar dan paling mematikan. Inilah empat alasan yang mendorong Napoleon menyerang Kekaisaran Rusia.
Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda