Potret Tsar Aleksey I Mikhailovich.
Hermitage/WikipediaAleksey Mikhailovich (1645 – 1676) adalah ayah sang tokoh reformasi terkemuka, Pyotr yang Agung. Aleksey I Mikhailovich juga dijuluki Tishayshy, yang berarti ‘paling tenang’ atau ‘paling damai’. Sebagai seorang tsar, ia tak terlalu dikenal karena dibayang-bayangi oleh penerusnya yang lebih populer. Aleksei I Mikhailovich adalah seorang yang taat agama. Ia kerap mengamati ritual Ortodoks dan membaca teks-teks keagamaan, sehingga (diduga) berdampak pada karakternya yang rendah hati — sesuai sesuai julukannya.
Selama pemerintahannya, ia berhasil menggabungkan tradisionalisme Rusia dan strategi ayahnya (Mikhail I) untuk menyerap tradisi yang bermanfaat dari Barat. Seperti Mikhail I, Aleksey bereksperimen dengan gagasan untuk mengatur ulang tentara berdasarkan model Barat. Ia menciptakan resimen permanen yang dipimpin oleh tentara profesional dari Barat. Hal ini sungguh berbeda dengan zaman sebelumnya, ketika satuan milisi bangsawan adalah kekuatan tempur utama.
Ia juga berjasa dalam menciptakan layanan pos di Rusia. Di bawah pemerintahannya, Alexey berupaya mengatur armada pengiriman rutin, tapi gagal karena Rusia tak memiliki pelabuhan dan akses yang layak ke laut kala itu.
Alexey juga berupaya memodernisasi kehidupan gereja. Dengan restunya, Patriark Nikon memulai reformasi gereja yang menolak sejumlah praktik tradisional lama. Reformasi ini memicu perpecahan di tubuh Gereja Ortodoks Rusia, dan pengaruhnya masih bisa dilihat hingga saat ini.
Tsar Aleksey berhasil memperkuat otoritas kerajaan, tapi solusi untuk masalah nasional yang mendesak (seperti mendapatkan akses ke Laut Hitam atau Laut Baltik) tetap masuk dalam agenda Rusia
Potret Permaisuri Anna Ioannovna.
Kementerian Kebudayaan Federasi Rusia/Wikipedia.Anna Ioannovna, keponakan Pyotr yang Agung, kurang berjodoh dengan sejarawan Rusia. Sebagian besar dari mereka memberikan penilaian yang sangat negatif terhadap masa pemerintahan sang permaisuri.
Ia dikritik karena membiarkan terlalu banyak orang asing masuk ke negaranya, dan ia sendiri menghabiskan banyak waktu di Kadipaten Courland (di Latvia modern). Anna dikirim ke sana oleh pamannya pada 1711 dan tinggal di Courland selama dua dekade. Ia diminta untuk kembali dan mengambil takhta Rusia pada 1730, setelah kematian cucu Pyotr, Pyotr II.
Para bangsawan yang memilihnya untuk naik takhta berpikir bahwa, sebagai ‘orang luar’, ia akan menjadi penguasa yang mudah dimanipulasi dan bersedia untuk membatasi kekuasaannya. Namun, mereka salah perhitungan. Anna awalnya setuju untuk menerima persyaratan tersebut, tapi kemudian, setelah menyadari gagasan untuk membatasi kekuasaan seorang pemimpin monarki tak didukung oleh mayoritas bangsawan, ia secara terbuka menolaknya.
Dari Courland, Anna membawa anak didik sekaligus kekasihnya, Ernest Biron, yang selama satu dekade menjadi orang paling berkuasa di tubuh kekaisaran raksasa Rusia. Periode sejarah Rusia era itu bahkan kerap disebut sebagai “Era Biron”.
“Dominasi Jerman ini berlangsung selama sepuluh tahun. Orang Rusia terhina dalam simpati dan perasaan mendalam mereka,” tulis sejarawan Rusia abad ke-20 yang terkenal Sergei Platonov mengenai periode tersebut.
Namun, sejarawan kontemporer cenderung mengabaikan pandangan negatif terhadap Anna Ioannovna. Bertentangan dengan pendapat umum, jumlah orang asing di tentara, misalnya, menurun di bawah pemerintahannya — secara relatif. Sang tsarina juga menaikkan gaji perwira Rusia, membuatnya setara dengan tentara asing. Citra pemerintahannya sebagai “lubang hitam dalam sejarah Rusia” pun perlahan memudar.
Potret Permaisuri Elizaveta I.
Louis Caravaque/Wikipedia.Pemimpin lain yang kurang dikenal dari Dinasti Romanov adalah putri Pyotr yang Agung, Elizaveta I, yang memerintah Rusia selama hampir dua dekade pada pertengahan abad ke-18 (1741 – 1761).
Pyotr ingin Elizaveta menikahi Raja Prancis Louis XV. Namun, orang Prancis menolak tawaran tersebut. Muncul sejumlah rencana lain untuk menikahkannya, tapi tak ada yang terwujud — terlepas dari kenyataan bahwa semua orang pada zaman itu memuji kecantikannya. “Saya jarang melihat kecantikan seperti yang dimiliki putri Elizaveta … ia sangat tinggi dan lincah. Ia bisa menari dengan baik dan mengendarai kuda tanpa rasa takut. Ia juga cerdas, ramah, dan sangat genit,” tulis Duta Besar Spanyol mengenai Elizaveta yang berusia 19 tahun pada 1728.
Setelah kematian ibunya, Ekatarina I, Elizaveta mengalami masa-masa sulit karena Anna Ioannovna takut pada dirinya. Pada 1741, setelah kematian Anna Ioannovna, Elizaveta mengambil alih kekuasaan melalui kudeta.
Sebagai permaisuri, ia menyatakan bahwa ia akan mengembalikan kebijakan ayahnya dan mencapai banyak kemajuan ke arah itu. Pemerintahan Elizaveta dikenal karena keberhasilan akan penyebaran Pencerahan di negara tersebut kala itu. Universitas Negeri Moskow didirikan saat ia berkuasa. Elizaveta juga mengembangkan teater nasional dan mendirikan Akademi Seni di Rusia. Salah satu pencapaian paling menakjubkan yang ia buat adalah menghapus hukuman mati.
Setelah ini, mungkin Anda juga perlu mengetahui permasuri-permaisuri Romanov. Beberapa sempat memerintah, sementara yang lain merupakan istri atau ibu dari kaisar.
Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda