Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi.
Flickr /Utenriksdepartementet UDTASS (T): Apa yang Indonesia harapkan pada KTT Rusia-ASEAN di Sochi mendatang?
Retno Marsudi (R.M.): Pertama-tama, saya sekali lagi ingin menyampaikan bahwa Sochi akan menjadi tuan rumah KTT Rusia-ASEAN. Bagi ASEAN, Rusia adalah mitra yang sangat penting. ASEAN punya tujuan untuk berkolaborasi pada pengembangan kemitraan strategis yang saling menguntungkan.
Pada forum mendatang, kami akan membahas isu-isu regional dan internasional, serta sejumlah isu ekonomi. Terkait isu-isu internasional, Indonesia telah memulai inisiatif pembangunan mekanisme yang efektif untuk kerja sama antara negara-negara regional dan internasional. Kita tahu bahwa Rusia, Tiongkok, dan India secara umum sepakat dengan pandangan kami ini.
Pada KTT mendatang, kami akan terus mengupayakan penyatuan berbagai pendekatan yang dapat dimasukkan dalam dokumen acara tersebut. Kami juga akan meminta dukungan Rusia dalam mempromosikan sejumlah inisiatif, termasuk penguatan kerja sama internasional di bidang kelautan. Selain itu, kami juga ingin memperkuat kerja sama Rusia-Indonesia pada bidang ekonomi, energi, serta di bidang usaha kecil dan menengah.
T: Bagaimana Anda melihat kondisi hubungan bilateral Indonesia-Rusia saat ini?
R.M.: Rusia tetap menjadi salah satu mitra terpenting bagi Indonesia. Dengan Rusialah kami mendirikan kemitraan strategis pada 2003. Mengenai perdagangan dengan Rusia, hingga saat ini belum mencapai tingkat yang tinggi.
Volume perdagangan bilateral kedua negara tidak melebihi dua miliar dolar AS, jumlah ini tidak sesuai dengan potensi yang dimiliki Indonesia. Oleh karena itu, kami berharap kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke Rusia mendatang akan membuka pintu untuk memperkuat hubungan ekonomi di antara Indonesia dan Rusia, serta pengembangan kerja sama investasi lebih lanjut.
Secara khusus, selama kunjungan mendatang, Joko Widodo bermaksud untuk menarik perhatian pihak Rusia pada masalah penurunan tarif dalam perdagangan bilateral. Pemerintah Indonesia siap untuk melakukan segala hal yang dibutuhkan untuk menarik investasi karena kami percaya bahwa kami memiliki potensi besar dalam kerja sama bilateral, termasuk pada sektor energi dan pertahanan. Perlu dicatat bahwa kunjungan ini akan menjadi kunjungan pertama presiden Indonesia ke Rusia.
T: Pada isu-isu internasional apa saja Rusia dan Indonesia dihadapkan dengan posisi yang sama?
R.M.: Sebagai contoh adalah masalah menjaga perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah. Secara khusus, kami sepakat bahwa hubungan normal antara Iran dan Arab Saudi merupakan kunci perdamaian dan stabilitas di kawasan itu. Selain itu — meskipun Indonesia tidak terlibat secara langsung dalam proses perdamaian di Suriah — kami selalu mendukung adanya pengembangan dialog politik dan gencatan senjata. Seperti yang pernah saya sampaikan sebelumnya dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, Indonesia dan Rusia berada dalam posisi yang sama: Rusia memainkan peran penting dalam menemukan solusi politik atas krisis Suriah.
T: Bagaimana prospek bergabungnya Indonesia ke Uni Ekonomi Eurasia?
R.M.: Kami sangat terbuka terhadap semua perjanjian dan kesepakatan internasional terkait pembentukan zona perdagangan bebas dan kemitraan ekonomi dengan organisasi lain.
T: Salah satu tantangan bagi ASEAN saat ini adalah situasi di Laut Tiongkok Selatan. Bagaimanakah posisi Indonesia terhadap masalah tersebut? Peran apa saja yang dapat dimainkan Rusia untuk menyelesaikan krisis ini?
R.M.: Posisi Jakarta terhadap masalah ini sangat jelas. Seperti yang pernah disampaikan Presiden Joko Widodo, yang terpenting adalah perdamaian dan stabilitas. Tanpa dua hal tersebut, Anda bisa melupakan pertumbuhan ekonomi. Untuk mencapai hal tersebut, setiap negara harus menghormati hukum internasional. Saya percaya bahwa Rusia menganut prinsip serupa dan kami sangat menghargai hal tersebut.
Adapun mengenai hubungan kami dengan Tiongkok, kami bertindak sesuai dengan kerangka deklarasi perilaku sejumlah pihak di Laut Tiongkok Selatan. Saat ini, kami terlibat dalam pengembangan kode etik di Laut Tiongkok Selatan dan berharap hal tersebut dapat segera diresmikan. Setiap negara di kawasan Asia Tenggara bertanggung jawab atas pemeliharaan perdamaian dan stabilitas, serta harus menghormati hukum internasional.
Pertama kali dipublikasikan dalam bahasa Rusia oleh TASS, diwawancarai oleh Yevgeny Solovev.
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda