Rustamadji. Genre scene, 1960-s.
Press PhotoPameran yang bertajuk “Kehidupan Baru. Kesenian Indonesia” ini hadir untuk meramaikan Tahun Kebudayaan Rusia-ASEAN 2016. Ada 33 koleksi lukisan langka asal Indonesia yang dipamerkan dalam pameran ini.
Rustamadji. Perempuan dengan keranjang, 1960-an. Sumber: Press photo
Lukisan-lukisan ini disumbangkan kepada museum oleh Natalia Chetvaykina dan Vilen Sikorsky, dua orang warga Rusia yang pernah bekerja di Pusat Kebudayaan Uni Soviet di Jakarta dan Surabaya (1964 – 1965), pada 2008 dan 2014 silam. Sebelumnya, koleksi lukisan-lukisan itu berasal dari Harmain Rusdi, mantan duta besar RI di Sri Lanka.
Resobowo. Keluarga, 1960. Sumber: Press photo
Pada 1962, Rusdi membuat pameran karya pelukis Indonesia di Kolombo, Sri Lanka. Setelah tahun 1965, Rusdi pergi ke Uni Soviet, lalu pindah ke Eropa. Lukisan-lukisan miliknya pun ia hadiahkan kepada teman-teman Rusianya.
Rustamadji. Potret, 1950-an. Sumber: Press photo
Sebelum lukisan-lukisan tersebut diberikan kepada pihak musem, banyak lukisan yang tidak disimpan dengan baik, bahkan beberapa di antaranya benar-benar dalam kondisi buruk. Oleh karena itu, lukisan-lukisan ini pun terlebih dulu harus melalui serangkaian tindakan restorasi, mulai dari penguatan, duplikasi dengan dasar baru, peregangan pada bingkai kayu, hingga rekonstruksi fragmen lukisan yang hilang. Hasil kerja yang telaten dan teliti dari rangkaian restorasi ini kini dapat dinilai sendiri oleh pengunjung museum.
Rustamadji. Aliran bergenre, 1960-an. Sumber: Press photo
Semua karya ini dibuat pada periode kehidupan artistik Indonesia yang sangat penting dan sekaligus menandai tahap baru perkembangan seni rupa Indonesia. Di antara seniman terkenal yang lukisannya dipamerkan, yaitu karya A. Rustamaji (1932 – 1990), Basuki Resobowo (1916 – 1990), Joko Pekik (1938), Idji Tarmizi (1939 – 2001), dan lain-lain.
Bondan. Potret seorang gadis, 1960. Sumber: Press photo
Sejarah lukisan minyak di Indonesia masuk pada kuartal kedua abad ke-19, yaitu pada masa penjajahan Belanda. Pada saat itu, seniman-seniman lokal mulai mengadopsi teknik menggambar seniman Eropa. Aliran yang populer adalah gambar pemandangan dan gambar potret. Pada 1930 – 1940, seiring dengan pertumbuhan kesadaran nasional dan keinginan untuk merdeka, tumbuh generasi seniman berikutnya yang mencari bentuk-bentuk eskpresi artistik baru.
Tarmizi. Kota Sukarnopura, 1963. Sumber: Press photo
Pada 1947, Rusdi bersama Affandi, Sudarso, Kusnadi, Trubus, Sutioso, dan beberapa seniman lainnya mendirikan sanggar “Pelukis Rakyat”. Dari sanggar ini, lahirlah beberapa pelukis yang cukup diperhitungkan, seperti Fajar Sidik dan G. Sidharta.
Karya-karya kelompok seniman ini kemudian dikenal dengan gaya realisme sosialisnya. Tema utama karya mereka mencakup kehidupan rakyat biasa dan perjuangan melawan kolonialisme Belanda dan Jepang.
Rustamadji. Pembangunan di Berlin, 1961. Sumber: Press photo
Sayangnya, karena alasan ideologi, di Indonesia sendiri tidak banyak tersisa karya sosialis dari era 1950 – 1960-an. Karena itulah, pameran ini dianggap penting karena memperkenalkan sejarah Indonesia.
Kunsoiono. Potret seorang pemuda Indonesian yang membawa belencong, 1961. Sumber: Press photo
Pameran “Kehidupan Baru. Kesenian Indonesia” dibuka pada 28 September hingga 16 Oktober di Museum Seni Ketimuran.
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda