Seorang pria muda kurus dengan kaus putih duduk memegang mikrofon di ruang konferensi di Pusat Inovasi Skolkovo, luar Kota Moskow. Beberapa ratus penonton mengamati dengan seksama gerak tubuh dan ekspresi wajahnya, yang kelihatan canggung.
“Kami ingin tahu bagaimana proyek $36 miliar tiba-tiba muncul. Dari mana asalnya? Saya pikir itu semua terjadi sewaktu kecil. Anda menyelesaikan TK dan pindah ke Kanada. Bagaimana Anda sampai di sana?” tanya pembawa acara.
Steve Waterhouse, Vitalik Buterin, dan Austin Hill selama acara TechCrunch Disrupt London 2015.
John Phillips/Getty Images“Saya pergi dengan ibu dan ayah saya, dengan pesawat, kalau tidak salah (naik) Lufthansa,” jawabnya.
“Apa yang terjadi?” tanya si pembawa acara sekali lagi.
“Ya … penerbangan itu memakan waktu 10—12 jam. Semuanya saya pikir baik-baik saja,” ujar si pemuda menghindari pertanyaan.
Itulah sepenggal wawancara dengan Vitalik Buterin pada 2017 silam, salah satu pendiri Ethereum, sistem mata uang kripto dan rantai blok terpopuler kedua di dunia. Dalam video itu, dia baru berusia 23 tahun. Empat tahun kemudian, Forbes menobatkannya sebagai miliarder mata uang kripto termuda di dunia. Namun, perjalanan hidupnya sama sekali tak mudah.
Vitalik lahir pada 1994 di Kota Kolomna, sebuah kota kecil yang indah, sekitar seratus kilometer dari Moskow, dan pindah bersama orang tuanya ke Kanada pada usia enam tahun. Sebagai seorang anak, orang tuanya mendorongnya untuk belajar piano dan mengajaknya bermain ski, tetapi ia tak menyukainya. Hati Buterin terletak pada pemrograman dan, sejak usia sepuluh tahun, ia mulai membuat permainan mininya sendiri.
“Saya mulai belajar pengodean (coding) ketika berusia lima atau enam tahun. Namun, saya baru menyeriusinya pada usia sepuluh atau dua belas tahun. Saya mulai membuat berbagai jenis permainan. Dahulu, saya memiliki komputer Windows 95 dan buku pemrograman dalam (bahasa) C++ dengan Allegro .... Dari situlah semuanya bermula,” kata Buterin dalam sebuah wawancara dengan Xakep.ru.
Di sekolah, Buterin selalu berusaha mendapatkan nilai A. Dia ingat pernah terobsesi dengan belajar.
“Ketika saya duduk di bangku kelas V atau VI, saya ingat ada lumayan banyak orang membicarakan saya, mereka bilang saya semacam jenius matematika. Ada begitu banyak momen ketika saya menyadari, seperti, oke, mengapa saya tidak bisa menjadi seperti orang normal,” kata Buterin dalam wawancara dengan majalah Wired.
Vitalik mempelajari Bitcoin pada 2011 dari ayahnya, Dmitry, seorang ilmuwan komputer. Saat itu, Vitalik telah mengikuti lebih dari satu Olimpiade Informatika Internasional, bahkan pernah menjuarai posisi keempat pada salah satunya.
“Ayah memberi tahu saya tentang mata uang yang menarik ini yang tak dapat dikendalikan oleh pemerintah atau bank sentral. Pikiran pertama saya adalah: ‘Bagaimana sistem semacam itu bisa muncul ketika hanya berupa angka di komputer? Berapa nilai sebenarnya?’ Tiga minggu kemudian, saya menemukan Bitcoin secara daring dan memutuskan untuk mengeksplorasi topik tersebut secara lebih mendalam,” jelas Vitalik.
Tak lama kemudian, pemrogram muda itu mulai menulis artikel tentang Bitcoin dan rantai blok di berbagai forum dan situs web khusus. Pada tahun yang sama, 2011, ia ikut mendirikan Bitcoin Magazine.
“Saya menulis di berbagai forum khusus sampai saya menemukan seorang pria yang mulai membayar saya dalam Bitcoin untuk menggunakan artikel saya di blognya .... Bitcoin sepertinya menyatukan semua minat saya: matematika, ilmu komputer, pemrograman, kriptografi,” kata Buterin dalam sebuah wawancara untuk saluran YouTube Abra, sebuah perusahaan mata uang kripto.
Buterin merancang konsep platform rantai blok Ethereum dan mata uang kripto pada 2013. Setahun sebelumnya, ia telah mendaftar di Universitas Waterloo di Kanada, tetapi mengundurkan diri demi mengerjakan proyek mata uang kripto.
“Pada 2012, saya putus kuliah dan bepergian ke tempat-tempat yang tengah mengerjakan proyek Bitcoin. Saya akhirnya sampai di Israel. Banyak orang di sana berfokus pada teknologi blockchain untuk hal-hal selain koin. Waktu itu, para pengembang membicarakan protokol terpisah untuk tiap penyebaran rantai blok, semacam jenis transaksi khusus. Saya segera melihat bahwa sistem ini amat terbatas,” kata Vitalik dalam sebuah wawancara dengan Rusbase. Dia kemudian menggagas sebuag platform dengan bahasa pemrogramannya sendiri.
Dia menguraikan strategi proyek dan mengirimkannya ke 15 teman untuk ditanggapi secara kritis. Teman-teman Vitalik juga mengirimkan strategi tersebut ke teman-teman mereka. Dua minggu kemudian, sekitar 20 orang secara sukarela membantu Buterin melaksanakan proyek tersebut.
Vitalik melakukan pengumpulan dana untuk meluncurkan proyeknya: Orang-orang mengirim satu Bitcoin dengan imbalan 2.000 Ether, sebutan mata uang Ethereum kelak. Alhasil, Buterin berhasil mengumpulkan 30.000 BTC atau setara $18,5 juta dengan nilai tukar 2013.
Pada 2014, ia memenangkan Penghargaan Teknologi Dunia dalam kategori Perangkat Lunak TI, mengalahkan beberapa nominasi lain yang jauh lebih terkenal, seperti Mark Zuckerberg. Pada tahun yang sama, Vitalik menerima hibah sebesar seratus ribu dolar AS dari yayasan rekan pendiri PayPal, Peter Thiel.
“Ketakutan terbesar saya adalah jika saya tidak memublikasikan apa pun, orang lain akan melakukannya dan tidak ada yang tahu bahwa saya mencetuskannya terlebih dahulu. Bagi saya, menjadi yang pertama jauh lebih penting daripada uang,” kata Buterin.
Buterin dan tiga rekan pendirinya, Mihai Alisie, Anthony Di Iorio, dan Charles Hoskinson, meluncurkan Ethereum pada Juli 2015.
Ethereum pada dasarnya adalah sebuah sistem tunggal yang memungkinkan pengguna untuk membuat aplikasi dan melakukan transaksi tanpa perantara. Misalnya, siapa pun dapat membuat dompet mata uang kripto dan mengunggah file ke dalam rantai blok sehingga tidak hilang dan tidak dapat diedit secara sepihak. Ethereum juga memungkinkan pengguna untuk membuat aplikasi untuk penjualan atau pembelian aset keuangan, mengembangkan permainan dan jejaring sosial, mengadakan pemungutan suara yang aman secara daring, dan sebagainya.
Pendiri Ethereum Vitalik Buterin selama sesi panel “Rantai Blok: Kelahiran Ekonomi Baru” di Forum Ekonomi Internasional Sankt Peterburg ke-21.
Anatoly Medved/TASS/Legion MediaEthereum hanya dapat dibeli dengan Bitcoin: untuk tiap Bitcoin, pengguna baru menerima 2.000 Ether. Setelah 42 hari perdagangan, Ethereum telah menjual Ether senilai 31.000 BTC atau $18,4 juta menurut situs web Eyerys.
“Minat (publik) betul-betul nyata. Orang-orang tak asal bicara. Karena itu, ada perasaan bangga dan sekaligus tanggung jawab dalam diri saya,” kata Buterin kepada Eyerys.
Pada tanggal peluncuran proyek, satu Ether bernilai $2,90; setahun kemudian harganya menjadi $10—$11 dan, dua tahun kemudian, pada 2017, harganya berfluktuasi pada kisaran $160—$271.
Perusahaan-perusahaan besar, seperti IBM, Goldman Sachs, JP Morgan dan lainnya, mulai bekerja dengan sistem tersebut. Pada Maret 2016, kapitalisasi proyek ini mencapai satu miliar dolar. Pada tahun yang sama, berdasarkan platform Ethereum, pemrogram Christoph Jentzsch menciptakan proyek rantai blok Organisasi Otonom Terdesentralisasi (DAO), sebuah yayasan investasi otonom, yang menghasilkan $150 juta.
Namun, peretas menemukan celah dalam kode sumber (source code) proyek tersebut, mencuri koin senilai sekitar $44 juta, dan tak pernah ditemukan. Sementara itu, Ethereum membekukan semua Ether yang dicuri dan mengembalikan rantai blok ke periode sebelum peretasan sehingga mendevaluasi nilai koin yang dicuri. DAO dikeluarkan dari sistem, dan Buterin menulis ulang kode sumber rantai blok tersebut untuk mengembalikan koin yang hilang kepada investor dan me-reboot sistem.
Semua pengguna sistem yang diperbarui menerima Ether “baru” — salinan koin yang lama, tetapi kompatibel dengan perangkat lunak yang baru. Namun, beberapa pengguna tak mendukung langkah ini. Menurut mereka, kesalahan terletak pada DAO, bukan peretas yang hanya mengambil keuntungan dari celah dalam kode sumber. Sebagai protes, mereka menciptakan mata uang kripto Ethereum Classic berdasarkan versi lama rantai blok Buterin (yang masih ada dan bernilai $92 per koin pada saat artikel ini ditulis).
Pada Juni 2017, seorang pengguna anonim memublikasikan informasi di situs web 4chan tentang dugaan kematian Buterin dan Ether dijual. Akibatnya, nilai Ether jatuh dari $304 menjadi $284 dalam satu jam. Beberapa jam kemudian, Buterin menngetwit foto salah satu transaksi terbarunya. Setelah itu, nilai Ethereum pulih.
Pada waktu luangnya, Buterin senang bepergian, berenang, serta bermain tenis dan bulu tangkis.
“Saya sibuk mempelajari sesuatu yang baru atau melakukan hal-hal ‘aneh’, seperti meningkatkan kemampuan bahasa Jerman saya. Untuk hal-hal yang mudah, saya suka jalan-jalan,” lanjut Vitaly.
Pendiri Ethereum Buterin di Seoul.
Getty ImagesUmpan (feed) Twitter-nya menampilkan daftar (taklengkap) “hal-hal yang saya sukai”:
Pada 2017, Buterin menyumbangkan $2,4 juta kepada SENS Research Foundation, sebuah organisasi antipenuaan..
Pada akhir April 2021, European Investment Bank (EIB) mengumumkan penerbitan obligasi digital pertamanya, senilai 100 juta euro; dengan platform rantai blok pilihannya Ethereum. Di balik berita ini, harga satu Ether naik dari $2.500 menjadi $3.400. Dengan 333.520 Ether, kekayaan Vitalik diperkirakan mencapai 1,09 miliar dolar, mendorong Forbes untuk menamainya sebagai miliarder kripto termuda di dunia.
European Investment Bank
Unkel/Getty ImagesButerin juga menyimpan sejumlah besar mata uang kripto lainnya. Pada 14 Mei 2021, ia menyumbangkan $1,14 miliar ke Dana Bantuan Kripto-COVID India. Sebagian dari jumlah yang ditransfer Buterin dalam bentuk 500 koin Ethereum dan sebagian besar berupa 50,7 triliun dogecoin (SHIB) Shiba Inu, tulis Forbes. Selain itu, ia memberikan sekitar $400 juta dalam bentuk mata uang kripto ke Yayasan Methuselah, sebuah organisasi yang mengembangkan teknik jaringan dan pengobatan regeneratif, serta Givewell, yang mengawasi yayasan amal di seluruh dunia.
Dalam pandangannya, rantai blok adalah masa depan. Dia membayangkan teknologi tersebut dapat meningkatkan kualitas hidup di banyak negara.
Seorang pria dengan pakaian alat pelindung diri (APD) melakukan upacara terakhir untuk kerabatnya yang meninggal akibat COVID-19 di sebuah krematorium pada 20 April 2021 di New Delhi, India.
Anindito Mukherjee/Getty Images“Pada saat yang sama, saya melihat mata uang kripto sebagai semacam proyek moral. Jika satu-satunya perhatian adalah kapitalisasi dan menciptakan token mahal untuk menumpuk kekayaan, proyek ini tidak akan berhasil dalam jangka panjang. Ada banyak proyek yang telah mengumpulkan ratusan juta dolar dari dana modal ventura. Namun, ratusan juta dolar tak dapat membelikan Anda satu jiwa pun,” kata Vitaly dalam sebuah wawancara dengan Inc. Russia.
Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda