RBTH menyajikan cerita dari tiga perempuan Rusia yang memutuskan untuk menjadi seorang muslim.
Valery Sharifulin / TASSValeria (22), masuk Islam lima tahun yang lalu
*Valeria meminta RBTH untuk memburamkan fotonya.
Semuanya berawal ketika saya bertemu dengan seorang gadis yang mengenakan kerudung. Ia adalah kenalan dari salah seorang teman saya. Di situ saya merasa tertarik dengan agama ini, agama yang mengharuskan para perempuan menutup auratnya. Yang paling menarik bagi saya adalah kehidupan berkeluarga dalam Islam, dan bagaimana seorang pria memperlakukan wanita.
Saya dibesarkan di tengah keluarga Nasrani. Keputusan saya untuk memeluk agama Islam tentu mengejutkan keluarga saya. Awalnya, mereka menduga bahwa saya bergabung ke dalam sebuah sekte, atau mungkin saya tengah berencana untuk meledakkan bus. Namun demikian, saya sangat berterima kasih kepada keluarga saya karena telah menghormati keputusan saya, terutama ibu saya, yang dalam waktu singkat dapat menerima keputusan saya dan bahkan membela saya di tengah keluarga dan teman-teman dekatnya.
Teman-teman saya menerima sepenuhnya keputusan dan apa yang disebut sebagai hak saya. Beberapa dari mereka bahkan sangat mendukung.
Saya tahu bahwa saya telah mengambil keputusan yang benar dan saya berada di jalan yang benar pula. Setelah tiga bulan mempelajari Islam, saya sudah bisa membaca doa, dan setelah dua bulan, saya mulai mengenakan jilbab.
Adapun mengenai pakaian, sangat sulit untuk beradaptasi. Jika pergi berbelanja di pasar, sangat sulit menemukan pakaian yang tertutup. Semuanya terlihat monoton dan kuno. Namun saya berhasil beradaptasi dengan relatif cepat karena saya berkomitmen untuk dapat menunjukkan bahwa seorang muslimah tetap bisa berpakaian sopan, tapi tetap sesuai selera.
Setelah itu, saya berkenalan dengan seorang pria yang kemudian menjadi suami saya. Ia berkebangsaan Tatar (kebangsaan di Rusia yang mayoritasnya adalah pemeluk Islam), hanya saja keluarganya tidak menjalani perintah Islam. Akhirnya kami pun berkomitmen bersama-sama menggali keimanan kami terhadap Islam.
Ulyana (30), masuk Islam tujuh tahun yang lalu.
Islam selalu menarik bagi saya sejak kecil. Ketertarikan tersebut kemudian semakin kuat seiring dengan bertambahnya usia saya. Di kampus, saya mempelajari dasar-dasar agama Islam dan bahasa Arab. Saya juga memiliki banyak teman-teman muslim yang memiliki berbagai pandangan yang berbeda mengenai kehidupan, satu hal yang tidak biasa di lingkungan saya.
Tradisi Islam bagi saya semuanya jelas, benar dan logis. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk memeluk Islam. Orangtua dan teman-teman dekat saya dapat mengerti keputusan saya, bahkan mereka siap membantu saya.
Dalam keseharian saya, saya tidak mengenakan jilbab (hanya mengenakan mukena atau pakaian tertutup saat salat -red.). Saya berpendapat bahwa bagi seorang muslim (baik lelaki maupun perempuan) penting untuk berpakaian dan berperilaku sopan. Pada awalnya sulit, tapi sekitar tiga tahun kemudian saya sudah terbiasa.
Banyak yang percaya bahwa Islam adalah agama yang kaku. Saya tidak setuju dengan pendapat tersebut. Semua perintah Tuhan didasari oleh rasa cinta kasih yang besar terhadap sesama manusia. Sayangnya, banyak yang tidak mengerti, mereka tidak menyadari pentingnya hal tersebut, mereka memiliki stereotipe dan tidak ingin mengetahui lebih jauh, dan hal ini berlaku tidak hanya untuk Islam.
Stereotipe mengenai Islam sangat banyak. Misalnya, umat Islam adalah orang-orang yang menyukai kekerasan, mereka membunuh “orang kafir”, menyembelih “hewan-hewan yang malang”, memukul istri sendiri, tidak mau menerima “orang luar”. Alasan atas sikap tersebut adalah kurangnya pengetahuan dan keinginan untuk tahu lebih dalam. Jika Anda tidak memahami sesuatu atau takut, seharusnya Anda cari tahu, apakah ketakutan tersebut terbukti? Kebanyakan dari mereka hilang dengan meningkatnya kesadaran dan komunikasi antarperwakilan agama.
Saya menyebut Islam sebagai agama yang paling “demokratis”, yaitu dengan menggunakan pendekatan ke dalam diri seseorang, tradisi spiritual yang difokuskan pada realitas manusia dengan segala ketidaksempurnaan dan keterbatasannya.
Zainab (Elena) (55), masuk Islam 15 tahun yang lalu
Hal ini terjadi di akhir tahun '90-an. Saat itu, saya dan suami saya melakukan perjalanan ke Mesir untuk berwisata, dan untuk pertama kalinya saya mengunjungi negara Islam. Saya melihat orang-orang dengan mentalitas dan pandangannya terhadap hidup yang berbeda dari apa yang saya percayai. Dengan menyaksikan langsung budaya ini, saya menjadi sangat tertarik dengan topik Timur Arab. Sejak itu, saya mulai mempelajari Alquran.
Dalam waktu yang lama, tak langsung terpikirkan oleh saya untuk memeluk agama Islam. Bagi saya kala itu, perempuan muslim hanya dapat berurusan dengan dapur dan keluarga saja, sedangkan saya sangat menyukai olahraga ekstrem dan memiliki kehidupan yang sangat aktif. Namun, tak berapa lama saya menyadari bahwa Islam sangat fleksibel: Islam mengizinkan perempuan untuk menjadi wanita bisnis, ibu rumah tangga, bahkan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan ilmiah, serta berbagai profesi lainnya.
Ketika saya berusia 40 tahun, saya menyampaikan kepada suami saya tentang keputusan saya untuk memeluk Islam. Anak-anak dan suami saya mengerti dan merespon dengan tenang keputusan saya tersebut. Namun, sempat terjadi masalah dengan ibu saya. Pada dasarnya, ia mempermasalahkan mengenai jilbab. Namun, semuanya dapat diselesaikan dengan baik dan kini bahkan ibu saya suka membelikan saya makanan halal. Empat tahun kemudian, putri sulung saya ikut memeluk Islam.
Tak berapa lama setelah memeluk Islam, saya menyadari bahwa saya benar-benar telah berubah, bukan lagi Elena yang dulu. Saya pun kemudian memutuskan untuk mengubah nama saya menjadi nama muslim.
Saya bekerja sebagai penerjemah teknis untuk bahasa Inggris dan Jerman. Ketika saya mengenakan jilbab di tempat kerja, rekan kerja saya memperlakukan saya dengan buruk yang berujung pada pemberhentian kerja. Saya sempat merasa bingung, tapi dua bulan kemudian saya menerima tawaran dari sebuah perusahaan pesaing yang menawarkan pekerjaan yang sama, tapi dengan gaji yang lebih besar. Saya sempat menyampaikan kepada mereka bahwa saya mengenakan jilbab, tapi mereka mengatakan bahwa mereka tidak peduli dengan bagaimana cara saya berpakaian, mereka membutuhkan kemampuan saya.
Islam mengajarkan saya untuk bertanggung jawab atas segala tindakan dalam hidup, seperti kata-kata. Serta pengertian atas tujuan hidup manusia dan untuk apa kita hidup di bumi ini.
Di Rusia, sikap umat Islam saat ini tidak begitu banyak dipengaruhi media meski terdapat sejumlah besar imigran dari Asia Tengah. Sayangnya, banyak dari mereka yang tidak memiliki pengetahuan tentang Islam. Kebanyakan orang Rusia bersikap berdasarkan kesimpulan sendiri dan pengalaman mereka untuk berkomunikasi. Mereka memiliki kesan bahwa umat Islam adalah orang-orang miskin dengan pakaian yang kotor, sering terlibat dalam tindak kriminal, yang datang ke masjid hanya pada hari libur dan tidak menerapkan nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Tugas kita adalah menunjukkan bagaimana Islam yang sebenarnya dan mengubah cara pandang masyarakat. Umat Islam adalah orang-orang yang melakukan kebajikan antarsesama, tidak hanya dengan sesama muslim. Orang-orang kini cenderung menilai Islam tidak dari panjangnya pidato, tetapi bagaimana sikap sebagai seorang Muslim dalam kesehariannya. Hal ini sangat penting.
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda