Artur Naifonov selama Kejuaraan Gulat Eropa di Warsawa, Polandia, 2019.
Pegulat Rusia Artur Naifonov meraih medali perunggu setelah mengalahkan Javrail Shapiev, pegulat asal Uzbekistan, dalam cabang olahraga gulat gaya bebas 86 kilogram putra, di Olimpiade Tokyo 2020, Kamis (5/8).
Lahir di Nizhnevartovsk, sebuah kota di Okrug Otonom Khanty-Mansi, Artur pindah bersama keluarganya ke Ossetia Utara sewaktu kecil. Pada 1 September 2004, di sebuah kota kecil bernama Beslan, Artur memulai tahun ajaran barunya sebagai siswa kelas I di Sekolah No. 1. Pada hari itu pulalah terjadi insiden terorisme yang dikenal sebagai Pengepungan Sekolah Beslan.
Selama 2,5 hari, para teroris menyandera 1.128 orang di dalam gedung sekolah, mulai dari anak-anak, orang tua murid, sampai staf sekolah. Akibat aksi terorisme tersebut, 333 orang tewas dan 783 lainnya terluka. Artur dan kakaknya yang berusia 10 tahun, Sabina, juga disandera, tetapi berhasil selamat. Namun ibu mereka, Svetlana Naifonova, yang waktu itu berusia 32 tahun, meninggal dunia setelah menderita banyak luka akibat pecahan peluru.
“Ibu Artur sudah meninggal. Namun, berkat sang ibu, Artur dan kakaknya berhasil selamat. Mungkin ada sesuatu yang ditakdirkan untuknya dalam hidup ini,” kata pelatih Naifonov, Totraz Archegov. Ketika ia beranjak remaja, Artur mulai menekuni olahraga gulat gaya bebas. Pada usia 20, ia memenangkan kejuaraan nasional di Vladikavkaz dan setahun kemudian ia dimasukkan dalam tim nasional Rusia. Ia bahkan berhasil menyabet gelar juara Eropa tiga kali, serta memenangkan Kejuaraan Dunia 2019.
Artur Naifonov (kanan) bertarung dengan Javrail Shapiev dari Uzbekistan selama pertandingan perebutan medali perunggu dalam cabang olahraga gulat gaya bebas 86 kilogram putra di Olimpiade Tokyo 2020, 5 Agustus 2021.
Wang Yuguo/Global Look PressDengan memenangkan perunggu, atlet berusia 24 tahun itu menyumbangkan medali ke-20 untuk kontingen Komite Olimpiade Rusia pada Olimpiade Tokyo 2020. Namun, Artur sendiri, menurut pelatihnya, tidak begitu senang. “Bagi (orang) Ossetia, hanya ada emas,” kata Archegov kepada Komsomolskaya Pravda. “Dia (Artur) tidak begitu senang dengan hasilnya. Saya seharusnya bisa melatihnya lebih baik. Namun, tidak semuanya mulus. Cedera memang dapat dicegah, dan, ya, katakanlah saya memenangkan medali untuk negara, dan setiap medali itu penting. Namun, itu tak perlu lagi kita bahas.”
“Apakah mendapatkan perunggu membahagiakan? Tentu saja, tetapi tidak seperti mendapatkan emas,” ujar Naifonov kepada wartawan. “Terima kasih Tuhan atas (keberhasilan) ini, apalagi tidak tiap hari kita mendapatkan medali Olimpiade. Jangan berpikir bahwa saya gagal, saya masih muda, dan suatu saat nanti pasti saya berhasil. Anda harus memenangkan medali, memfokuskan diri pada kemenangan, dan mencoba mengesampingkan pikiran tentang medali emas. Sekarang saya akan pulang, menyembuhkan luka, dan berjuang lagi. Kami akan kembali lagi,” tambahnya.
Zaurbek Sidakov (25), pegulat Ossetia lainnya yang mengantongi medali emas untuk Rusia pada Olimpiade Tokyo, juga mengingat kengerian di Beslan 17 tahun silam. Dibesarkan di Desa Zilgi, Ossetia Utara, Sidakov bersekolah dan berlatih di Beslan. Dia pergi ke kota itu dengan minibus ataupun berjalan kaki.
Zaurbek Sidakov memenangkan final gulat gaya bebas 74 kilogram putra melawan Mahamedkhabib Kadzimahamedau dari Belarus di Olimpiade Tokyo 2020.
Wang Yuguo/Global Look PressPada September 2004, Zaurbek baru berusia delapan tahun. “Banyak teman saya, rekan sesama pegulat, menjadi sandera di sekolah dan mengalami seluruh insiden itu,” kata Zaurbek kepada Sports.ru. Ketika serangan teroris terjadi, dia dan anak-anak lain berhasil melarikan diri. “Kami memang masih kecil, tetapi kami mengerti apa yang terjadi. Ketika pulang, rekaman dari sekolah disiarkan di semua stasiun televisi.”
Setelah itu, untuk waktu yang lama, orang tuanya tidak mengizinkan Zaurbek pergi ke Beslan untuk berlatih, tetapi ia tidak menggantungkan cita-citanya untuk menjadi pegulat. Ia pernah tiga kali juara nasional dan dua kali juara dunia. Zaurbek bahkan mendedikasikan kemenangannya pada Kejuaraan Dunia 2019 di Budapest untuk para korban Beslan.
Zaurbek Sidakov
Naoki Morita/Global Look Press“Ketika kami mengingat tragedi yang terjadi 15 tahun lalu, kami menonton rekaman (peristiwa tersebut) di kamp pelatihan. Namun, kata-kata dan cerita tak dapat mengungkapkan apa yang orang tua dan anak-anak mereka rasakan: lemah, tak berdaya. Oleh karena itu, saya berjanji jika saya meraih kemenangan besar, saya pasti akan mempersembahkan (kemenangan itu) untuk semua korban Beslan. Saya berhasil, jadi saya menepati janji saya,” ujar Zaurbek Sidakov saat itu.
Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda